REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
(BAGIAN 1. REBOISASI)
Disusun oleh : Nur Fadhilah Syahrawi, S.Hut
Foto : Vocasia.id |
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan. Terdapat beberapa istilah seputar RHL yang mungkin sudah tidak asing lagi akan tetapi terkadang masih sering rancu tentang pengertiannya, diantaranya Reboisasi dan Penghijauan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 35/2022 dalam www.forestdigest.com, Pengertian Reboisasi adalah adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak, berupa lahan kosong, alang-alang atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan. Sedangkan, Penghijauan adalah upaya pemulihan lahan kritis di luar kawasan hutan secara vegetatif dan sipil teknis untuk mengembalikan fungsi lahan. Keduanya merupakan merupakan aktivitas menanam pohon di suatu tempat, tujuannya membuat kelangsungan lingkungan yang lebih baik dari sebelumnya. Perbedaan dari keduanya adalah lokasi tanamnya dimana reboisasi dilaksanakan di kawasan hutan (Hutan Negara) sehingga aktivitasnya disesuaikan dengan tata guna lahan sedangkan penghijauan dilaksanakan di luar kawasan hutan.
Berdasarkan PermenLHK RI No 23 Tahun 2021, Reboisasi dapat dilakukan dengan dua pola yaitu pola intensif dan pola Agroforestri. Kedua pola penanaman tersebut memiliki ketentuan jenis tanaman. Pada Hutan Lindung berupa tanaman yang mempunyai perakaran dalam, Evapotranspirasi rendah, Tanaman HHBK yang menghasilkan getah/kulit/buah, dan Tanaman kayu-kayuan. Pada Hutan Produksi berupa nilai komersialnya tinggi, teknik silvikulturnya telah dikuasai, mudah dalam pengadaan Benih dan Bibit yang berkualitas, disesuaikan dengan kebutuhan pasar; dan/atau sesuai dengan agroklimat.
Reboisasi dengan pola intensif dilakukan pada kawasan hutan yang tidak terdapat aktivitas pertanian, dengan menyesuaikan jenis tanamannya. Contoh pohon yang cocok ditanam diantaranya Ficus benjamina (Beringin), Pinus merkusii, Tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species) dan Tectona grandis. Untuk reboisasi di hutan bakau dan mangrove, kita bisa menggunakan Rhizophora mucronata dan Avicennia marina (Api-api putih). Ketentuan jumlah tanaman pada tiap hektarnya sebanyak 625 – 1.100 batang. Sedangkan, Pelaksanaan Reboisasi dengan pola Agroforestri dilaksanakan pada kawasan hutan yang terdapat aktivitas pertanian masyarakat. Ketentuan jumlah tanaman pola agroforestry diantaranya :
a. Tanaman pokok dengan jenis tanaman kayu-kayuan dan/atau pohon HHBK paling sedikit 400 (empat ratus) batang/hektare dan tanaman sela/pagar/sekat bakar paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari tanaman pokok; atau
b. Apabila telah terdapat tanaman sela/pagar/sekat bakar/semusim paling sedikit 500 (lima ratus) batang/hektare, tanaman pokok ditanam paling sedikit 200 (dua ratus) batang/hektare.
Adapun pelaksanaan kegiatan Reboisasi meliputi beberapa tahapan yaitu penyusunan rancangan kegiatan, persiapan, penyediaan bibit, penanaman, dan pemeliharaan.
1. Penyusunan Rancangan
Penyusunan rancangan kegiatan Reboisasi didasarkan pada RTnRH dan dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh kepala Balai untuk Reboisasi yang dilaksanakan pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi atau kepala Dinas Provinsi atau Dinas Kabupaten/Kota untuk Reboisasi yang dilaksanakan pada Tahura sesuai kewenangannya. Tim yang dimaksud diatas terdiri dari unsur Balai, Pemangku kawasan, Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, dan/atau perguruan tinggi.
2. Persiapan
a. Penyiapan sarana prasarana; dan
Sarana prasarana sebagaimana dimaksud dapat berupa :
a. gubuk kerja;
b. papan nama;
c. patok batas;
d. ajir;
e. global positioning system; dan/atau
f. kompas.
b. Penataan areal penanaman.
Penataan areal penanaman dapat berupa:
a. pengecekan batas blok/petak;
b. pembuatan jalan pemeriksaan;
c. pembersihan lahan;
d. pembuatan/pengadaan patok jalur tanaman; dan/atau
e. pembuatan dan pemasangan ajir.
3. Penyediaan Bibit
Penyediaan bibit dilaksanakan melalui pembuatan Bibit atau pengadaan Bibit. Pembuatan Bibit dapat dilakukan melalui proses produksi Bibit pada persemaian permanen, persemaian modern, persemaian yang dibuat melalui program kebun Bibit rakyat dan/atau kebun Bibit desa, persemaian yang dibuat oleh masyarakat/badan usaha.Pembuatan Bibit menggunakan benih yang diutamakan melalui pengada benih dan pengedar Benih dan/atau Bibit terdaftar. Pembuatan Bibit khusus jenis sengon, jati, mahoni, gmelina, jabon, cendana, kayu putih, kemiri, cempaka, pinus, dan gaharu harus menggunakan Benih yang diambil dari Sumber Benih bersertifikat. Apabila benih tidak dapat dipenuhi karena keterbatasan stok di lapangan, maka dapat menggunakan jenis yang sama selain dari Sumber Benih bersertifikat yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak tersedia stok Benih bersertifikat dari direktur perbenihan tanaman hutan atau kepala balai perbenihan tanaman hutan atau mengganti dengan jenis lain yang sesuai dengan zona Benih. Pengadaan Bibit dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
4. Penanaman
5. Pemeliharaan
Dengan banyaknya penebangan hutan secara liar dan tanah longsor di kawasan hutan sudah selayaknyalah kita lebih memperhatikan reboisasi. Mungkin dampaknya tidak akan dirasakan saat ini, namun bisa dirasakan beberapa puluh tahun ke depan. Oleh sebab itulah, kesadaran akan reboisasi ini perlu digalakkan kembali.
Sumber :
Farahsati, Winda. Apa itu Reboisasi? Ternyata Penting untuk Pelestarian Alam loh!. Diakses pada tanggal 24 Maret 2023 melalui https://vocasia.id/blog/apa-itu-reboisasi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 23 Tahun 2021
Susetyo, Pramono. 2023. Beda Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Diakses pada tanggal 24 Maret 2023 melalui https://www.forestdigest.com/detail/2139/rehabilitasi-lahan-reboisasi
dapat diakses juga melalui : https://cdkwilayahsumenep.blogspot.com/2023/03/RHL%20Reboisasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar